Bagaimana Kita
Dapat Merencanakan Pendidikan
Inklusif?
Faktor-faktor Penentu Utama Keberhasilan
dan Keberlangsungan Pendidikan Inklusif
Dalam merencanakan pendidikan
inklusif, tidak cukup dengan memahami
konsepnya saja. Sebuah rencana juga
harus realistis dan tepat. Disini akan saya sajikan sedikit panduan untuk memastikan bahwa pendidikan
inklusif dapat dipraktekkan dalam berbagai budaya dan konteks. Pengalaman
pendidikan inklusif yang sukses menunjukkan bahwa ada 3 faktor penentu utama
yang perlu
diperhatikan
agar implementasi pendidikan inklusif bertahan lama:
(a)
Adanya kerangka yang kuat :
Pendidikan inklusif perlu didukung oleh kerangka
nilai-nilai,keyakinan,prinsip-prinsip, dan indikator keberhasilan. Ini akan
berkembang seiring denga implementasinya dan tidak harus‘disempurnakan’
sebelumnya. Tetapi jika pihak-pihak yang terlibat
mempunyai konflik nilai- nilai dll., dan jika konflik tersebut tidak
diselesaikan dan disadari, maka pendidikan inklusif akan mudah ambruk.
(b) Implementasi berdasarkan budaya dan
konteks lokal :
Pendidikan
inklusif harus dikembangkan secara lokal dengan memanfaatkan sumber-sumber daya lokal;
jika tidak, solusi tersebut tidak akan bertahan lama.
(c) Partisipasi yang berkesinambungan dan
refleksi diri yang kritis :
Pendidikan inklusif tidak akan
berhasil jika hanya merupakan struktur
yang mati. pendidikan inklusif merupakan proses
yang dinamis, dan agar pendidikan inklusif terus hidup, diperlukan adanya monitoring
partisipatori yang berkesinambungan, yang melibatkan SEMUA
stakeholder dalam refleksi diri yang kritis. Satu prinsip inti dari pendidikan inklusi adalah harus tangap terhadap keberagaman secara fleksibel,
yang senantiasa berubah dan tidak dapat diprediksi. Jadi, pendidikan inklusif harus
tetap hidup dan mengalir. Secara bersama-sama, ketiga faktor penentu
utama tersebut Membentuk organisme hidup yang kuat, yang
dapat beradaptasi dan tumbuh dalam budaya dan konteks lokal.
a. Mengembangkan
Kerangka yang Kuat
Pengembangan kerangka yang kuat
merupakan komponen utama
pendidikan inklusif, yang akan
berfungsi sebagai ‘tulang’ program.Kerangka ini harus terdiri dari:
- Nilai-nilai dan keyakinan yang kuat
- Prinsip-prinsip dasar
- Indikator keberhasilan.
Kadang-kadang,
praktek mulai dilaksanakan, dan kebijakan ditetapkan kemudian. Di saat lain,
kebijakan ditetapkan lebih dulu\dan kemudian implementasinya menyusul.
Bagaimanapun urutannya, pada suatu poin tertentu, khususnya bila ada masalah atau
tantangan, program pendidikan inklusif akan mulai mengungkapkan sikap, nilai,
keyakinan dan tujuan orang yang sesungguhnya. Kerangka yang kuat dapat dibentuk
oleh individuindividu kunci yang berfungsi sebagai ‘pengawal’ prinsip-prinsip yang
dianut tersebut, tetapi akan menjadi lebih stabil apabila terdapat konsensus
dan rasa kepemilikan yang kuat dalam kaitannya dengan komponen-komponen
kerangka ini. Sebuah kerangka yang kuat dapat dikembangkan dengan Kerangka
tersebut akan didasarkan pada pendekatan hak asasi manusia dan model sosial.
Nilai-nilai Inti
(sesuatu
yang kita pandang penting atau berharga) dan keyakinan (sesuatu yang
kita terima sebagai kebenaran): Nilainilai dan keyakinan orang sangatlah
mendalam dan tidak mudah untuk diubah. Salah satu hambatan utama implementasi
inklusi sering kali adalah ‘sikap negatif’, dan sikap adalah kombinasi antara nilai-nilai
dan keyakinan.
“Hambatan sikap
terhadap inklusi sedemikian besar.”
Jadi apa yang
dapat dilakukan untuk mengatasinya?
Sering kalisikap negatif akan berubah
secara efektif setelah orang MELIHAT contoh yang positif atau menyaksikan
praktek inklusi. Tetapi kita juga dapat membantu orang menelaah nilai-nilai dan
keyakinan yang dipegangnya dan mempertanyakan apakah memang nilai-nilai dan keyakinan
itu yang ingin
dijunjungnya. Agar program
pendidikan inklusif dapat berkesinambungan, pada satu titik tertentu
nilai-nilai dan keyakinan itu harus dinyatakan dengan jelas. Nilai-nilai yang melandasi
Pendidikan Inklusif dapat ditemukan dalam semua budaya, filosofi dan agama.
Ini meliputi:
- Saling menghargai
- Toleransi
- Menjadi bagian suatu masyarakat
- Diberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan dan bakat
- Saling membantu
- Belajar dari satu sama lain
- Membantu orang untuk menolong dirinya sendiri dan masyarakatnya.
Apa saja nilai-nilai dan keyakinan
kita tentang Nilai/Keyakinan itu terkandung dalam pendidikan inklusif.
- Kita yakin setiap orang memiliki hak atas pendidikan.
- Kita yakin semua anak dapat belajar
- setiap orang membutuhkan dukungan untuk belajar.
- setiap orang dapat mengalami kesulitan belajar pada bidang tertentu atau pada waktu tertentu.
- Sekolah, guru, keluarga dan masyarakat memiliki tanggung jawab utama untuk memfasilitasi belajar – bukan hanya anak.
- Kita menghargai perbedaan. Itu normal adanya dan memperkaya masyarakat.
- Sikap dan prilaku diskriminasi harus ditantang, untuk mempersiapkan anak masuk ke dalam masyarakat inklusif. Kami menghargaimasyarakat yang toleran yang merangkul keberagaman.
- Guru tidak boleh terisolasi, mereka membutuhkan dukungan yang terus menerus.
- Guru mempunyai keihlasan dan penuh kasih saying
Prinsip-prinsip
Dasar (norma dasar berperilaku)
- Semua anak berhak untuk bersekolah di lingkungan masyarakatnya ini tidak tergantung pada karakteristik anak ataupun kesukaan guru.
- Mengubah sistem agar sesuai dengan anak, bukan sebaliknya.dukungan yang tepat harus diberikan agar anak mendapat akses untuk belajar.
- Lingkungan pendidikan harus aksesibel secara fisik dan ramah secara positif kepada kelompok yang berbeda-beda.
- Mengganggu, mengata-ngatai dan mendiskriminasikan anak penyandang cacat tidak akan ditoleransi (anak penyandang cacat tidak seharusnya dipersalahkan bila tidak dapa menyesuaikan diri).
- Pendekatan keseluruhan sekolah perlu dipergunakan untuk menangani semua aspek inklusi.
- pemecahan masalah harus dilihat sebagai tanggung jawab bersama antara sekolah, keluarga, anak dan masyarakat, dan harus mencerminkan suatu model sosial.Jadi, sekolah yang menghadapi kesulitan mengajar, bukan anak yang mengalami kesulitan belajar).Indikator keberhasilan (bagaimana kita tahu bahwa nilai, keyakinan dan prinsip yang kita anut itu benar-benar dipraktekkan). Indikator atau ukuran keberhasilan ini perlu dikembangkan secara partisipatif di dalam budaya dan konteks lokal. Indeks untuk Inklusi menunjukkan beberapa macam indikator yang dikembangkan dalam satu konteks tertentu pada level sekolah Pendekatan untuk mengembangkan indikator ini dapat berupa:
1. Membentuk tim koordinasi partisipatori
-
Menyiapkan
materi untuk menstimulasi diskusi yang didasarkan pada
pernyataan-pernyataan tentang inklusi dari
berbagai definisi Pendidikan
Inklusif
-
Menggunakan
pendekatan partisipatori untuk membuat
daftar nilai-nilai, keyakinan dan prinsipprinsip inti yang berkaitan dengan
Pendidikan Inklusif
-
Mendapatkan
opini dari kelompok-kelompok yang paling termarjinalisasi dan tersisihkan:
perempuan, anak-anak,penyandang cacat
-
Masukkan
ini ke dalam kategori sederhana, misalnya isi kebijakan, kurikulum, pelatihan,
bangunan sekolah, dll. Ini dapat diubah dan disesuaikan lagi kemudian.
-
Di
dalam tiap kategori tersebut, deskripsikan perilaku,keterampilan,
pengetahuan dan
perubahan konkret yang akan menunjukkan bahwa nilai-nilai, keyakinan atau
prinsip-prinsip itu benar-benar
dipraktekkan.
B. Implementasi
di dalam budaya dan konteks local :
Pendidikan Inklusif harus mempertimbangkan
hal-hal berikut:
a) Situasi praktis
b) Sumber-sumber daya yang
tersedia (orang, keuangan, materi)
c) Faktor-faktor budaya.
(a) Situasi praktis.
Jelaslah
isu-isu di sini akan berbeda menurut tiap budaya dan konteks.
Pertanyaan-pertanyaan berikut merupakan contoh yang dapat membantu menciptakan gambaran
praktis yang sesungguhnya:
- Pada level apa anda mengimplementasikannya? Kota? Sekolah? Masyarakat?
- Bagaimana situasi saat ini dalam kaitannya dengan pendidikan bagi penyandang cacat dan kelompok-kelompok marginal lainya di tempat anda pada level kota dan lokal?
- Bagaimana kebijakan saat ini pada level kota/lokal dalam kaitannya dengan inklusi?
- Apa hambatan yang ada saat ini terhadap inklusi dalam konteks anda?
(b) Sumber-sumber yang
tersedia.
Apa saja hambatan
sumber terhadap inklusi? Contohnya meliputi:
Sumber daya manusia
sikapnya, kurang pengetahuan, ketakutan, prasangka, terlalu terspesialisasi, kompetisi, kurang pengalaman menghadapi perbedaan, pemikiran yang stereotipe.
Uang dan Materi
kurangnya peralatan, gaji yang rendah,
sumber-sumber tidak terdistribusikan secara merata, bangunan tidak aksesibel.
Pengetahuan dan Informasi
kurangnya keterampilan baca/tulis,
kebijakan yang buruk atau tidak ada kebijakan sama sekali, kurangnya berbagi masalah dan pemecahannya secara kolektif.
c. Partisipasi
yang berkesinambungan dan refleksi diri
yang kritis:
Isu tentang partisipasi dan demokrasi
merupakan isu sentral inklusi.
Untuk dapat merespon dan
mengatasi perbedaan-perbedaan yang kita jumpai saat ini di masyarakat,
fleksibilitas dan kolaborasi bukanlah suatu kemewahan – melainkan suatu garis
kehidupan.
Untuk memastikan bahwa Pendidikan
Inklusif tetap hidup dan tumbuh, diperlukan pertimbangan tentang hal-hal
berikut:
a) Siapa? Kelompok mana yang
harus dilibatkan?
b) Bagaimana? Pendekatan, sistem
dan aktifitas macam apa yang dapat mendorong partisipasi?
c) Kapan dan dalam hal apa? Kapan orang harus berpartisipasi dalam pendidikan inklusif, dan dalam aspek apa?
“Mengembangkan
sistem manajemen pendidikan yang responsif,
partisipatori
dan dapat dipertanggungjawabkan."
“Rencana ini
harus ... dikembangkan melalui proses yang lebih
transparan dan
demokratis dengan melibatkan para stakeholder,
terutama
masyarakat,orang tua, siswa dan masyarakat”
a)
Siapa yang Seharusnya Dilibatkan?
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif
sering menunjukkan bahwa masalah muncul karena pihak-pihak tertent
‘tidak dikonsultasi’, ‘tidak merasa dilibatkan’,‘tidak mengerti’, atau tidak
tahu apa-apa tentang Pendidikan Inklusif itu sendiri dan program tersebut. Hal-hal
pokok untuk dipertimbangkan adalah:
- Mengidentifikasi SEMUA pihak dan melibatkannya sejak awal, semua Kelompok yang memiliki minat pribadi terhadap pendidikan inklusif.
- Orang tua dan anggota masyarakat
- Pemimpin masyarakat
- Guru dan staf sekolah (penjaga, petugas kebersihan pegawai administrasi)
- Organisasi non-pemerintah, organisasi
- Pejabat pemerintah
- Profesional di bidang pendidikan, kesehatan,kesejahteraan sosial
- Mencari kelompok yang paling terkepinggirkan, tersisihkan atau Dikucilkan dalam budaya dan konteks setempat (misalnya orang tunarungu,anak penyandang cacat dengan kesulitan belajar yang berat) Pastikan keterlibatan para administrator dan mereka yang mengatur keuangan.
b)
Bagaimana Partisipasi Dapat Dicapai?
Ada
banyak bahan sumber tentang Metodologi Partisipatori. Kadang-kadang disebut
pendekatan belajar partisipatori, dan sebelumnya ada juga yang disebut
penilaian pedesaan partisipatori. Bahan-bahan sumber untuk
guru-guru memfokuskan pada partisipasi,Pendekatan dan metodologi
‘Praktisi yang Reflektif’ untuk memfasilitasi hal ini.
Beberapa pelajaran penting yang
dapat ditarik dari pengalaman dengan pendekatan partisipatori
meliputi:
- Agar partisipasi itu sungguh-sungguh dan bukan sesuatu yang semu, perlu ada komitmen yang kuat dan praktis terhadap nilai-nilai yang mendasarinya. Ini memerlukan adanya kesadaran diri dan sadar akan perilaku sendiri.
- Kemauan untuk mendengarkan, kritis kepada diri sendiri,dan ‘mau mengakui kesalahan’.
- Adanya hubungan kekuasaan perlu diakui dan diperhatikan.
- Orang tua sering merasa kurang memiliki kewenangan dari pada guru – oleh karena itu upaya khusus perlu dilakukan untuk mengundang mereka ke sekolah atau mengunjungi mereka di rumahnya untuk mendengarkan keprihatinannya.
- Pengetahuan dan persepsi lokal harus dihargai dan dimanfaatkan. Misalnya, pengetahuan ibu tentang perilaku anaknya sendiri, kelebihannya, kekurangannya.
- Keterampilan dan pengetahuan dalam metodologi partisipatori perlu dikembangkan – orang-orang tertentu secara alami dapat melakukannya dengan baik, tetapi kebanyakan dari kita perlu belajar dan berlatih untuk dapat menguasainya. Misalnya,kemampuan untuk mendengarkan dengan baik itu sangat sulit bagi kebanyakan orang, terutama jika orang yang harus didengarkan itu berkesulitan untuk mengekspresikan dirinya dengan baik, atau harus mengekspresikannya melalui penerjemah.
- Menggunakan sebanyak mungkin jenis pendekatan pembelajaran. Misalnya, melalui mendengarkan, menggambar,bercerita, diagram, gambar, bermain peran,drama, dll.
c)
Kapan dan Dalam Hal Apa?
Partisipasi
perlu dipergunakan pada semua tahapan proses Pendidikan Inklusif, misalnya
dalam:
- Mengembangkan sistem, proses dan indikator tentang partisipasi itu sendiri.
- Mengumpulkan data awal, studi kelayakan
- Mengembangkan kebijakan
- Menyepakati nilai-nilai, keyakinan, dan prinsip-prinsip
- Mengidentifikasi hambatan inklusi
- Mengembangkan indikator keberhasilan
- Implementasi pada semua level
- Mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi
Kesempatan
dan Tantangan dalam Pendidikan
Inklusif
1.
potensi praktis
pendidikan inklusif:
- Pendidikan inklusif tidak terhambat oleh banyaknya jumlah siswa dalam satu kelas
- Pendidikan inklusif tidak perlu terhambat oleh kurangnya sumber daya materi
- Hambatan sikap terhadap inklusi jauh lebih besar daripada hambatan yang berupa kesulitan ekonomi
- Tenaga ahli pendukung tidak harus tenaga tetap sekolah yang bersangkutan
- Pendidikan inklusif dapat memberikan kesempatan untuk peningkatan mutu sekolah
- Pendidikan inklusif merupakan bagian dari pergerakan yang lebih besar menuju
inklusi sosial.
2. Pendidikan
Inklusif Dihubungkan dengan Peningkatan mutu sekolah
Mengembangkan jejaring yang kuat. Tantangan utama yang dihadapi pendidikan
adalah: mengenali dan mengatasi berbagai macam kebutuhan seluruh populasi siswa,
untuk mempromosikan pembelajaran yang efektif untuk semua. Pendekatan yang dipergunakan
adalah menganalisis hambatan-hambatan yang merintangi pembelajaran untuk
berbagai kelompok anak. Diakui bahwa keseluruhan budaya, etos dan struktur
sistem pendidikan harus berubah jika ingin memenuhi kebutuhan semua siswa.
Pendekatan
‘pembelajaran bebas hambatan’ ini secara instrinsik mendukung inklusi.
Hambatan-hambatan belajar itu
teridentifikasi sebagai:
- Hambatan dalam kurikulum
- Pusat pembelajaran
- Sistem pendidikan
- Konteks sosial yang lebih luas
- Hambatan sebagai akibat dari kebutuhan siswa.
Pendekatan-pendekatan utama untuk
mengatasi hambatan hambatan
tersebut:
Setiap pusat pembelajaran dilengkapi dengan struktur pendukung yang terdiri dari guru, tetapi juga dilengkapi
dengan sumber daya masyarakat dan layanan tenaga ahli. Oleh karena
itu pada hakikatnya berbasis masyarakat.
- Adanya pusat dukungan lokal untuk memberikan pelatihan dan dukungan kepada guru, bukan kepada individu siswa pada umumnya.
- Orang tua, guru, dengan kata lain semua stakeholder utama, akan dilibatkan dalam manajemen, perencanaan kurikulum, pengembangan system pendukung, dan dalam proses belajar dan mengajar. Kapasitas pendanaan, kepemimpinan dan manajemen dikembangkan dengan cara yang berkesinambungan.
Program perintis pendidikan
inklusif ini mendorong terjadinya
perubahan-perubahan sebagai
berikut:
- Anak belajar aktif, dalam kelompok kerja dan bermain
- Terjalin kerjasama yang lebih erat dengan keluarga
- Dipergunakan pendekatan seluruh sekolah dan dukungan belajar antarteman sebaya
- Dukungan dari administrator dan masyarakat setempat melalui pembentukan komite
- Pelatihan guru berbasis sekolah yang berkesinambungan
Demikian artikel mini dibuat
dengan harapan dapat sedikit membantu teman yang akan merencanakan sekolah
inklusif ( sekolah piloting ), semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar