PENDIDIKAN INKLUSIF: April 2013

Senin, 29 April 2013

Kode Etik Guru Indonesia



 PENDAHULUAN

Sebagai Pengurus (Sekretaris ) Dewan Kehormatan Guru Indonesia ( DKGI ) Kabupaten Empat Lawang,yang berwenang memberikan sanksi terhadap guru yang melanggar Kode Etik, terlebih dulu perlu mensosialisasikan Kode Etik Guru ini terhadap guru, sebagan pedoman untuk penetuan sikap dan perilaku yang bertujuan untuk menempatkan guru    sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.  
Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan dimasa datang.
Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa

BAGIAN SATU
Pengertian, Tujuan, dan Fungsi
Pasal 1
  1.  Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru  Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.
  2. Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pasa ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.
Pasal 2
  1.  Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.
  2. Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi  pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.


BAGIAN DUA
Sumpah/Janji Guru Indonesia
Pasal 3
  1. Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
  2. Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.
  3. Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 4
  1. Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik  Guru Indonesia. 
  2.  Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelum melaksanakan tugas.

BAGIAN TIGA
Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional
Pasal 5
        Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari:
  1. Nilai-nilai agama dan Pancasila.
  2. Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan \kompetensi Profesionalisme.
  3. Nilai-nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah.emosional, intelektual, sosial, dan spiritual,

Pasal 6
  1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
  • Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing,  mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
  • Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan  kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
  • Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
  • Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
  • Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
  • Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
  • Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
  • Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
  • Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
  • Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
  • Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
  • Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
  • Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang  menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
  • Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
  • Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
  • Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk   memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

    2.  Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Murid :
  • Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
  • Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
  • Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
  • Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
  • Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
  • Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
  • Guru tidak melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

   3.  Hubungan Guru dengan Masyarakat :
  • Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
  • Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
  • Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
  • Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
  • Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
  • Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
  • Guru tidak membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
  • Guru tidak menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.

   4.  Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat:
  • Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
  • Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
  • Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
  • Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah.
  • Guru menghormati rekan sejawat.
  • Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.
  • Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
  • Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
  • Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.
  • Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
  • Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
  • Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
  • Guru tidak mengeluarkan pernyataan-keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
  • Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya.
  • Guru tidak mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
  • Guru tidak membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
  • Guru tidak menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.

  5.  Hubungan Guru dengan Profesi :
  • Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
  • Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan mata pelajaran yang diajarkan.
  • Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
  • Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
  • Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
  • Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
  • Guru tidak menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
  • Guru tidak mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
 6.  Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya :
  • Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
  • Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
  • Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
  • Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
  • Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
  • Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
  • Guru tidak mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
  • Guru tidak menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
 7.  Hubungan Guru dengan Pemerintah:
  • Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
  • Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
  • Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
  • Guru tidak menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
  • Guru tidak melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.
BAGIAN EMPAT
Pelaksanaan, Pelanggaran, dan Sanksi
Pasal 7
  1.  Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia.
  2. Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan pemerintah.
Pasal 8
  1. Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakana Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru.
  2. Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
  3. Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan, sedang, dan berat.
Pasal 9
  1. Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhdap Kode Etik Guru Indonesia menjadi wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
  2. Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
  3. Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
  4. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.
  5. Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.
  6. Setiap pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasihat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
BAGIAN LIMA
Ketentuan Tambahan
Pasal 10
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.


BAGIAN ENAM
Penutup
Pasal 11
  1. Setiap guru harus secara sungguh-sungguh menghayati, mengamalkan, serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia.
  2. Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  3. Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.




Catatan : di revisi pada Konprensi/Raker  PGRI ke  3  tahun 2013
                Di gedung PGRI Palembang.

Jumat, 26 April 2013

Potret Pendidikan Di Empat Lawang




Dalam literature ini, saya uraikan sekilas lintas gambaran dunia pendidikan di Kabupaten saling keruani dan sangi kerawati yang saya cintai ini, dengan harapan agar pemerhati dan pelaku pendidikan dapat memberikan konstribusi dan solusi untuk mengatasi problema yang terjadi di dunia pendidikan Kabupaten Empat Lawang saat ini, Pelaku pendidikan, pengambil kebijakan diharapkan dapat merobah stigma dan sudut pandang bagaimana supaya pendidikan di Empat Lawang  menurut berkwalitas dan mampu bersaing atau mengejar ketertinggalan  dengan Kabupaten lain, dengan visi misi Dinas Pendidikan /Pemerintah Daerah Kabupaten Empat Lawang hususnya, baik itu  akademik maupaun di lihat dari etika, yang saat ini menurut pandangan saya masih jauh dengan apa yang diharapkan . Ini, dapat dilihat dari beberapa hasil olympiade sain SD,SMP & SMA di Tingkat 1, kwantitas yang diterima di Perguruan Tinggi yang berkwalitas, dan sangat menyedihkan lagi masih banyak anak anak yang belum siap untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, belum lancar membaca apa lagi mipa, ditambah lagi dengan moral dan etika yang semakin merosot.
Hal ini disebabkan antara lain :
A. Keluarga .
1. Hilangnya budaya lama dalam pendidikan
1.1.   Mitos/cerita
Diera sebelum zaman transisi (masa kini ), anak anak sejak dini telah dibeikan pendidikan secara halus dalam keluarga tetutama pendidiksn etika, dengan memberikan pantangan pantangan (tabu) dan cerita cerita /kisah kisah.
Contoh :  -    Bila magrib harus dalam rumah, ada penyakit
-          Cerita para nabi


1.2.  Permainan.
Tidak ada lagi permainan anak anak yang dapat melatih pengkordinasian antara memori, visual , audio dan motorik
Contoh :  -     Macam macam permainan kelereng(memori,visual,motorik),    
-          Cup matung,petak umpat ( audio,memori dan motorik )

2.   Faktor ekonomi
2.1. Sebagian masyarakat,ekonomi sudah lumayan:
        -  Gaya hidup kemewah -  mewahan ( Perhatian pada anak salah kiprah )
        -  Pada anak anak sudah di suguhkan dengan barang barang elektronik ( HP ,PS ,Computer
           calculator, TV dll.) “ Waktu belajar tersita,pemalas, dan dipengaruhi hal hal negative dari
           barang barang tersebut , memberi  pengaruh negative pada anak ekonomi lemah “                                
        -  Uang jajan berlebihan :” Kecanduan jajan, berpeluang digunakan pada hal hal negative “

2.2.  Sebagian besar ekonomi lemah
       -  Jauh dari orang tua “ tinggal bersama kakek/nenek “
       -  Membantu orang tua mencari napkah “ ( tidak ada waktu belajar,sering meninggalkan
          sekolah) “
       -  Anak bebas kemana mana/tidak disiplin
       -  Ikut ikutan pada anak keluarga mampu “ Terpaksa mencari uang jajan “
       -  Memberhentikan anak dari sekolah karena dibawa kekebun untuk membantu mencari
          nafkah atau belum punya tempat tinggal di desa

3.  SDM
 Sebagian besar tingkat pendidikan dalam keluarga sangat rendah
       -  Pemaksaan menyekolahkan anak di bawah usia masuk sekolah” Usia 5 tahun sudah
          masuk  sekolah
       -  Pemaksaan membelajarkan anak usia dini dengan materi akademik “ pemupukan otak kiri,
          menyepelekan peransangan pada otak kanan “
       - Tidak bisa membagi waktu anak
       - Tidak bisa membedakan tontonan pada acara TV
       - Terpengaruh arus globalisasi



B. Sekolah ( SD )
1. Gedung,sarana prasarana,biaya :
     -  Tidak ada lagi gedung yang tigak layak
     -  Sarana prasarana dan biaya oprasional cukup,
     -  Semua anak sudah gratis
     -  Anak tidak mampu, anak berprestasi dapat bantuan

2. Manajement
    -  Jumlah guru tidak sesuai dengan Rombel “ Rata kebanyakan guru, Rombel hanya 6
       rombel, guru paling sedikit 13 orang , ini terjadi adanya pemaksaan dari pihak penguasa “
    -  Teori guru kelas, pada perakteknya bidang study

3. Kurikulum
    -  Kurikulum terlalu padat
    -  Pengembangan kurikulum belum  mengacuh pada kebutuhan daerah, karakteris anak, dan   
       syarat pengembangan lainnya. ( copy faste )
     -  Belum memenuhi kebutuhan semua anak/keberagaman anak.

4.  Proses Pembelajaran
    -  RPP dengan pelaksanaan tidak sinkron
    -  Guru aktiv, anak pasif,” belum mengembangkan nalar anak, pembelajaran belum begitu
       bermakna karena anak menyerap materi hanya melalui visual dan audio
    -  Belum menggunakan multi metode
    -  Kebanyakan tidak  menggunakan media pembelajaran
    -  Bidang study agama pada umumnya hanya memberikan pengajaran belum sepenuhnya
       melaksanakan pendidikan

4.  Pendidik ( Pengawas, Kepala Sekolah dan Guru ) Pada umumnya
     -  6 Kopetensi pengawas, 5 kopetensi Kepala Sekolah, 4 Kopetensi guru belum terpenuhi
     -  Sudut pandang,pola pikir belum spenuhnya sebagai seorang pendidik “ kayu bedi tumbuh di
        hutan, mau mati pegi ( dapat atau tidak terserah) anakku bukan, yang penting habis bulan
        gajian”
     -  Tidak sesuai dengan kualifikasi
     -  Sebagian besar belum professional, walau sudah dapat tunjngan profesi
     -  Mengajar hanya sebatas menyelesaikan target kurikulum
     -  Masih terjadi pendiskriminasian terhadap anak
     -  Tidak berusaha untk berkembang, terutama mengikuti arus perkembangaqn tehnologie.
     -  Belum melayani semua anak, masih banyak anak yang terdiskrimidasi.
     -  Beranggapan bahwa  pangkat mentok di golongan IV/a.” guru profesional tidak ada batas
        untuk naik pangkat “
    -  Imej / sudut pandang mengenai Pendidikan Inklusif hanya pendidikan bagi anak cacat

5. Pengambil Kebijakan / penguasa.
   -  Pengangkatan pengawas, kepala sekolah tidak mengacu pada Permen Diknas.
   -  Penetuan prestasi/kelulusan pada anak berdasarkan nilai, bukan  proses atau kopetensi,
   -  Penempatan guru tidak merata
   -  Pemaksaan penerimaan guru honor ( Honda ) pada sekolah  guru sudah cukup, yang
     akhirnya menyembabkan satu sekolah kebanyakan guru “


Ini sebagian fotret dunia pendidikan di kabupaten yang saya cintai ini,sebagai bahan evaluasi dan semoga ada manfaatnya, dengan harapan generasi penerus anak bangsa hususnya anak Empat Lawang berprestasi tinggi, actual ,berkualitas dan agamis.

Kamis, 11 April 2013

Pendidikan Inklusif, Sebenar-benarnya Pendidikan



Telah banyak literatur dengan topik Pendidikan Inklusif,tapi tidak ada salahnya kalau
Tampilkan sekilas tentang Pendidikan Inklusif menurut pandangan saya,karena semakin banyak pihak sepakat bahwa pendidikan inklusif harus dipromosikan dan didukung serta dikembangkan, tapi kenyataannya  pada umumnya masyarakat, malahan   pendidik, tenaga kependidikan dan pengambil kebijakanpun masih berta-
nya tanya tanya apa itu Pendidikan Inklusif. Oleh sebab itulah dalam tulisan ini saya paparkan apa itu Pendidikan Inklusif  dengan harapan  agar tergugah hatinya untuk membaca dan memahami serta seterusnya mendukung terealisasinya Pendidikan Inklusif di sekolah dan di masyarakat, karna menurut saya, “Sebenar benar Pendidikan adalah Pendidikan Inklusif ”

Download disini Untuk Artikel Selengkapnya : Pendidikan Inklusif, Sebenar-benarnya Pendidikan